Konsolidasi Relawan, Barak Sepakat Minta Pemda Tertibkan Angkutan Sawit & Tambang

Salah Satunya Pemkab Kutai Barat


BARAK, (Banten)- Moment buka puasa bersama relawan Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), dimanfaatkan para aktivis dari berbagai daerah untuk membahas persoalan kerusakan jalan dan jembatan yang disebabkan angkutan Over Dimension Over Load (Odol), baik angkutan pertambangan maupun perkebunan.

Barak menilai, daya rusak yang timbul akibat kegiatan pertambangan dan perkebunan, baik yang legal maupun illegal, dinilai sudah terlalu banyak merugikan negara dan masyarakat pengguna jalan.

Sikap "kompromistis" dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemprov juga dipandang sebagai titik lemah yang dimanfaatkan para pengusaha nakal untuk bebas melenggang di jalan raya dengan muatan yang jauh melebihi kekuatan sumbu terberat jalan.

Salah satu yang menjadi sorotan, yakni pernyataan Bupati Kutai Barat FX Yapan yang mengaku tingginya inflasi di daerahnya adalah lantaran kerusakan jalan nasional Samarinda-Kutai Barat.


Aktivis Barak memandang, pernyataan itu ibarat menampar air dalam ember, dan terciprat kemuka sendiri.

"Pemda punya instrumen yang lengkap untuk mengatasi kerusakan jalan. Pemerintah pusat melalui Balai, Satker dan PPK sudah berjuang membangun dan memelihara jalan/jembatan, tapi tidak dibarengi dengan ketegasan Pemda melarang kendaraan Odol melintas di jalan umum," tegas Kornas Barak, Danil's, di Saung Perdjoangan Barak (Banten), Senin (25/03/2024).

Menurutnya, cukup membingungkan jika Pemda/Pemrov hanya mengeluhkan jalan rusak, namun tidak berbuat sesuatu untuk menjaga kondisi kemantapan jalan yang susah-payah dibangun.

"Pemda punya Dishub yang bisa langsung berkoordinasi dengan Satlantas dimasing-masing daerah. Larang semua angkutan hasil perusahaan perkebunan dan pertambangan melintas di jalan raya. Jika membandel, kandangkan, jika perlu cabut ijin operasinya," jelasnya.


Persoalan yang sama di Sumatera Barat (Sumbar) juga tak luput dari bahasan sejumlah perwakilan relawan Barak yang hadir.

Barak menilai, sikap Pemprov/Pemkab di Sumbar juga dipandang terlalu "kompromistis".

Sebab nilai kerusakan jalan nasional disepanjang Nagari Aie Dingin Kec. Lembah Gumanti tidak sebanding dengan retribusi ataupun pajak dari pelaku usaha tambang.

"Disana Pemprov/Pemda-nya juga baru sebatas mengevaluasi kegiatan pertambangan yang jelas-jelas merusak jalan umum. Kami menilai sikap seperti ini terlalu lembek, dan tidak menyelesaikan persoalan yang ada," sesalnya.

Ia mengungkapkan, mestinya Pemprov/Pemda cukup membentuk tim kecil untuk menyampaikan laporan kepada pemberi izin tambang, agar kegiatannya ditutup permanen, sambil petugas Dishub dan Polri juga melakukan razia rutin.

"Mengatasi persoalan seperti ini tidak bisa dengan retorika, tapi perlu tindakan nyata. Sebab ini problem manahun, bukan baru kemarin sore," tandasnya.* (Barak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati