PPK Pastikan Kontraktor Shortcut Singaraja-Mengwitani Tata Lingkungan Yang Rusak
BARAK, (Bali)- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ruas jalan nasional Singaraja-Mengwitani, I Made Gede Widhiyasa, memastikan kontraktor pelaksana pembangunan shortcut jalan Singaraja-Mengwitani akan menata lahan dan perkebunan warga yang rusak tertimbun tanah disposal.
Menurut Gede Widhiyasa, sejatinya proses pembangunan tanah disposal dari proyek tersebut sudah mengacu pada dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).
"Tapi karena faktor cuaca yang yang diluar prediksi, yakni hujan yang cukup ekstrim pada akhir tahun 2022 lalu, membuat tanah disposal menutupi perkebunan warga," jelasnya.
Aliran air saat curah hujan tinggi tersebut, lanjutnya, sulit dikendalikan.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat terkait keluhan warga. Kami siap akomodir, karena warga sekitarlah yang merasakan dampaknya secara langsung," ungkapnya dilansir radarbali, Senin (13/02/2023).
Widhiyasa juga berjanji akan terus memantau kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi, karena kontraktor pelaksana juga berkomitmen untuk menangani semua kerusakan yang ada.
"Kami pastikan kontraktor siap menangani kalau masih ada dampak yang kurang tertangani. Kami jamin mereka siap menanganinya, karena kontraktornya masih terikat masa pemeliharaan proyek jalan baru itu sampai dua tahun kedepan," tegasnya.
Diketahui, warga Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, meminta kontraktor pelaksana proyek shortcut jalan Singaraja-Mengwitani memperbaiki kerusakan lingkungan akibat tertimbun tanah disposal.
Pasalnya, puluhan are kebun cengkeh dan kopi warga kini jadi rusak.
Tak hanya itu, aliran air di Pangkung Dalem juga tertimbun material tanah, sehingga membuat ruas jalan Pangkung Dalem-Wanagiri selalu kebanjiran saat hujan.
Upaya penanganan dengan membuat gorong-gorong pun tak membuahkan hasil, karena masih kerap tertutup lumpur.
Nyoman Adiana, salah seorang warga mengaku lahannya sudah lama tertimbun material tanah. Akibatnya puluhan pohon cengkeh dan kopi miliknya mati. Tanahnya seluas lima are juga tidak produktif lagi lantaran tertimbun lumpur.
Menurutnya, kontraktor pernah berjanji untuk menata kembali lahan tersebut, sekaligus membuat saluran air di Pangkung Dalem.
"Semoga saja kontraktor menepati janjinya. Dua minggu yang lalu saya sudah ketemu, katanya minggu-minggu ini mulai dikerjakan. Kalau tidak ditepati, sampai kemanapun akan kami kejar," tegasnya.
Adiana sendiri mengaku pernah mendapat kompensasi sebesar Rp 10 juta dari pelaksana proyek atas kerusakan lahan miliknya. Namun menurutnya, kompensasi itu tidak sebanding dengan dampak kerusakan yang terjadi.
"Lebih baik saya tidak dapat kompensasi. Karena mengolah tanaman cengkeh dari awal itu butuh waktu sampai tujuh tahun. Sementara sebelumnya saya bisa memperoleh hasil dari satu pohon saja 15 Kg," jelasnya.* (Barak)
Komentar
Posting Komentar