Korupsi Bibit Miskinkan Rakyat Tani
Oleh: Danil's
ANDAI saja para pemegang kebijakan di negeri ini sadar akan sejarah perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan, pastilah tak ada lagi Rakyat Tani yang hidup dibawah garis kemiskinan (melarat-red).
Dengan hasil pertaniannya, Rakyat Tani menyokong suplai bahan makanan bagi para pejuang yang bergerilya melawan penjajah.
Rakyat Tani jugalah yang menjadi inspirasi dan membakar semangat djoang Bung Karno untuk memerdekakan negeri ini.
Begitu pula Rakyat Tani tak pernah lelah berdjoang menjaga kedaulatan pangan bangsa ditengah bertubi-tubinya serangan "mafia" dengan pangan impornya.
Rakyat Tani adalah pedjoang sejati, yang tak pernah melihat lampu padam. Mereka selalu berebut waktu dengan ayam berkokok. Mereka berangkat menuju sawah dan ladang bahkan sebelum ayam turun dari kandang. Begitu pula mereka baru akan kembali kerumah saat ayam sudah kembali memasuki kandang.
Mendapati fakta Rakyat Tani masih mendominasi data rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan, mestinya cukup menjadi dasar bagi para pengelola negara lebih serius lagi menyelesaikan persoalan yang kerap mencekik leher Rakyat Tani.
Siapa yang mau membantah, jika hingga kini Rakyat Tani masih dihadapkan pada persoalan klasik yang tak pernah serius diselesaikan. Sebut saja alih fungsi lahan yang menggila, korupsi bibit merajalela, pupuk yang langka saat musim tanam, hingga harga yang anjlok saat musim panen. Persoalan-persoalan seperti ini seakan hanya hangat untuk dibahas dari seminar ke seminar. Nasib Rakyat Tani seakan sebatas menjadi objek bagi para pemburu rente.
Harus diakui, bahwa perhatian terhadap Rakyat Tani belumlah serius. Pembukaan dan pencetakan lahan pertanian baru juga masih sebatas menguntungkan segelintir perusahaan pembukaan dan pencetakan lahan, belum menyentuh hingga level Rakyat Tani.
Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi budidaya jagung di Kementerian Pertanian (Kementan) juga menjadi fakta lain tentang minimnya perhatian negara dengan segala perangkat hukumnya terhadap Rakyat Tani. Sudah satu tahun sejak dimulainya penyelidikan, sekarang masih sebatas pelimpahan berkas dari Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Yang perlu menjadi catatan, kasus dugaan korupsi budidaya jagung tidak hanya terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai lumbung produksi jagung nasional, namun kasus yang sama juga terjadi di Provinsi Banten. Hanya saja, hingga saat ini belum ada kejelasan soal perkembangan penyelidikan ataupun penyidikannya.
BACA: https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Berita-Umum/Barak-Minta-Dugaan-Korupsi-Budidaya-Jagung
Andai saja negara dengan segala perangkat hukumnya serius menyelesaikan persoalan yang selama ini mencekik leher Rakyat Tani, pastilah perilaku korup yang memiskinkan Rakyat Tani sedikit berkurang. Namun fakta berkata lain, sekedar untuk menuntaskan perkara korupsi budidaya jagung saja membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Semoga saja Rakyat Tani tidak sadar, dan tetap tabah menyandang predikat hidup dibawah garis kemiskinan. Sebab jika saja Rakyat Tani sadar, lalu mogok bertani dalam semusim saja, maka hancurlah ketahanan pangan bangsa ini.
Benar bahwa suplai bahan pangan masih aman. Namun bersandar pada ketahanan pangan berbasis impor sangatlah tidak menguntungkan bagi Rakyat Tani nasional.
Pada titik inilah negara harus mengambil sikap, sebab kedaulatan pangan adalah martabat bangsa. Sudah saatnya negara kembali ke kiblat pambangunan yang benar, paling tidak dengan memberantas segala bentuk korupsi yang memiskinkan Rakyat Tani.*
Penulis adalah: Koordinator Nasional Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak)
Komentar
Posting Komentar