Tarik-Ulur Perbaikan Longsoran Km 171 Satui

Catatan Redaksi


HINGGA saat ini, kepastian perbaikan jalan nasional yang ambles di Km 171 Kec Satui, Kab Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) belum juga diperoleh.

Tak ada yang mengaku bertanggungjawab atas kerusakan jalan tersebut. Perusahaan tambang dan Kementerian ESDM yang menaunginya, pun enggan bertanggungjawab. Selama ini, perusahaan tambang disekitar lokasi longsor hanya sebatas membantu menimbun dan membuka jalan alternatif bersama Pemda.

Sulitnya menemukan pertanggungjawaban bagi perbaikan jalan penghubung Banjarmasin-Batulicin, seakan menggambarkan bagaimana lemahnya kontrol Kementerian ESDM terhadap kegiatan pertambangan di seantero negeri ini. Kementerian ESDM nyaris sebatas menerbitkan izin, dan tak memiliki nyali bahkan sekedar untuk mengoreksi atas bencana yang ditimbulkan.

Kalau kondisinya seperti ini, lalu apakah berlebihan jika Kementerian ESDM disetarakan dengan "tengkulak" perijinan...?

Terbaru, Jum'at (07/07/2023) DPRD Kalsel kembali mendatangi Ditjen Minerba Kementerian ESDM, namun lagi-lagi pulang dengan tangan hampa.

DPRD tak mendapatkan kepastian tentang skema penanganan, pendanaan, lebih-lebih soal kapan penanganan akan dilakukan, padahal longsor sudah terjadi sejak Oktober 2022.

Tidak pentingnya persoalan longsoran Km 171 Satui, bahkan tergambar dari penerimaan anggota DPRD Kalsel yang hanya diwakilkan oleh Sekretaris Ditjen Minerba, Iman Kristian Sinulingga.

Kementerian ESDM terang-terangan mengaku tidak bisa menanggung biaya perbaikan, dan hanya berjanji untuk mengadakan Rakor dengan Kementerian PUPR sebagai pemilik jalan.

Sementara selaku pemilik jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) Kementerian PUPR sendiri, bahkan sudah membuat detail design dengan kalkulasi anggaran yang mencapai Rp 275 miliar.

Lalu kenapa DJBM Kementerian PUPR tidak langsung menangani kalau memang DED-nya sudah ada...? Bukan tidak bisa secepatnya ditangani oleh DJBM, tapi aturan yang tegas melarangnya.

Jika saja longsor itu murni karena bencana alam, sudah lama ditangani secara permanen oleh DJBM, sama seperti diberbagai wilayah Indonesia. Tapi karena hasil penilitian dari berbagai pihak, bahwa longsor terjadi akibat perbuatan manusia, maka yang berbuatlah yang bertanggungjawab memperbaikinya.

Lalu siapa yang bertanggungjawab...? Kalau Kementerian ESDM tidak "berlindung" dibawah ketiak para penguasa ijin pertambangan, mestinya Kementerian ESDM bisa dengan mudah menunjuk hidungnya. Jika tak mau bertanggungjawab, bisa diseret ke pengadilan, hingga pencabutan izin operasionalnya.

Bagaimana jika yang disinyalir kuat pantas bertanggungjawab sudah tidak lagi beroperasi dikawasan tersebut...?

Masa iya Kementerian ESDM tidak memiliki sekedar catatan, apalagi sekarang sudah serba digital. Kalau memang tidak "takut", tinggal cari siapa pemilik tambang yang sudah tidak beroperasi dilokasi tersebut, mereka terafiliasi dengan perusahaan mana saja dan beroperasi dimana saja. Para pemain tambang hanya segelintir orang. Tidak mungkin mereka beralih profesi menjadi pemain akrobat dalam sebuah sirkus. Kalaupun ada yang bangkrut, mainnya pasti tidak jauh dari pertambangan juga.

Kalau saja para pemangku kebijakan di Kementerian ESDM tidak memiliki kepentingan lain selain mengatur pengelolaan kegiatan pertambangan semata untuk kepentingan bangsa dan negara, mestinya tidak perlu takut mengambil keputusan yang tegas.

Sekarang kembali pada ketegasan Kementerian ESDM, mau berlindung dibalik ketiak para penambang, atau meminta pertanggungjawaban perbaikan longsoran Km 171 Satui...? Sudah untung rakyat dan DJBM Kementerian PUPR tidak menuntut. Jangan biarkan para penambang hidup mewah diatas penderitaan rakyat.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati