Audit Dua Level, Pasti Banyak Direksi BUMN Masuk Bui


BARAK, (Jakarta)- Jika saja lelang berbasis rantai pasok dan audit dua level diterapkan, secara pasti pemerintah dapat menyelamatkan banyak perusahaan BUMN dari tumpukan hutang dan ancaman kebangkrutan yang nyata.

Lelang berbasis rantai pasok dan audit dua level sendiri, tidak hanya bisa diterapkan pada BUMN karya seperti Adhi Karya, PP, Waskita, Wika, namun bisa juga diterapkan pada semua perusahaan milik BUMN seperti PT Pertamina hingga PT PLN, KAI, dan Garuda.

Lelang yang berlaku selama ini, membuka ruang terjadinya manipulasi dan korupsi yang masif, karena pemenang lelang bisa leluasa mensubkan item per item bahkan seluruh bagian pekerjaan/pengadaan tanpa canggung. Ironisnya, walaupun illegal, main sub ini dianggap lumrah oleh semua pihak. Hal inilah yang membuka lebar ruang terjadinya nitip harga lewat vendor (mark-up) hingga sub fiktif.

Bukan hanya BUMN karya yang memainkan peran curang seperti itu, namun perusahaan-perusahaan BUMN lainnya juga sama, bahkan bisa jadi lebih parah, terutama yang berkaitan langsung dengan hajat hidup rakyat banyak.

PT Pertamina


Pertamina sendiri, perusahaan mana yang bisa masuk dengan mudah untuk mengikat kerjasama dengan anak perusahaan Pertamina, baik pada sektor hulu seperti eksplorasi, produksi minyak, gas dan energi panas bumi, maupun pada sektor hilir berupa pengolahan, pemasaran, perdagangan dan pengirimannya...? Tidak sembarang perusahaan bisa masuk. Kalaupun ada, khabarnya butuh biaya entertaiment yang cukup besar, itupun belum tentu dapat kerjaan, karena harus melewati pintu-pintu rahasia, yang hanya diketahui orang-orang tertentu.

Tertutupnya ruang publik, ditambah terpampangnya kalimat Objek Vital Nasional inilah yang membuat Pertamina bebas digerogoti dari dalam. Mereka bebas menentukan siapa yang akan menjadi rekan kerjanya. Begitu pula auditor, karena mereka hanya sebatas di audit oleh akuntan publik independen, maka mereka juga "bebas-memilih" siapa akuntan yang akan mengauditnya.

PT PLN


Sebelas dua belas dengan Pertamina, PLN pun sama. Beberapa tahun lalu Barak sempat mencoba membongkar bagaimana tikus-tikus berdasi bermain pada jalur SUTET, bahkan laporannya sampai ke Kejakgung. Tapi gerakan itu seakan menabrak tembok yang begitu kokoh. Hal itu tidak lain lantaran begitu masifnya manipulasi dan korupsi yang terjadi didalam.

Pertanyaannya, siapa yang pernah bersuara tentang "permainan" pada bagian hulu dan hilir PLN...? Lembaga mana yang pernah mengemukakan adanya permainan dalam lelang pekerjaan PLN...? Auditor mana yang pernah menemukan adanya kejanggalan dalam laporan keuangan PLN...? Apakah karena sistem pengadaan dan auditnya sempurna...? Tentu saja tidak, mana ada yang sempurna...!

PT KAI


Tak mau kalah dari Pertamina dan PLN, perusahaan jasa transportasi massal roda baja, yakni PT KAI juga menumpuk hutang. Apa yang terjadi dengan KAI...? Bukankah para pengguna angkutan KAI bayar dimuka baru boleh masuk stasiun KAI...? Apakah KAI melakukan ekspansi usaha hingga ke luar pulau Jawa, kok bisa hutangnya begitu besar, yakni sebesar Rp 42,25 triliun pada kuartal II tahun 2022, naik Rp 2,89 triliun dari posisi utang kuartal IV tahun 2021 yang sebesar Rp 39,36 triliun...?

Wasikta, Wika, PP dan Adhi Karya Juga Numpuk Utang


Tak hanya Pertamina dan PLN, BUMN karya seperti Waskita, Wika, PP dan Adhi Karya juga sama-sama bersaing menumpuk hutang. Disatu sisi mereka melansir mendapat paket proyek dengan nilai yang besar-besar, bahkan membukukan keuntungan yang tidak sedikit, tapi disisi lain hutangnya terus menggunung.

Waskita misalnya, utangnya tercatat sebesar Rp 84,38 triliun. Angka itu naik sebesar Rp 388,83 miliar dari total utang perusahaan per Desember 2022 sebesar Rp 83,99 triliun.


Sementara PT Wika, per kuartal I tahun 2023, Wika mencatat hutangnya sebesar Rp 55,77 triliun. Meskipun turun sebesar Rp 1,81 triliun dari posisi utang kuartal IV tahun 2022 yang sebesar Rp 57,58 triliun, namun utang PT Wika masih berada pada urutan ke-5 BUMN pemilik utang terbesar.

Selanjutnya PT PP. Total utang PT PP yakni sebesar Rp 43,8 triliun, naik Rp 1,02 triliun dari total utang per kuartal IV tahun 2022 yang sebesar Rp 42,79 triliun.


Begitu pula PT Adhi Karya yang mencatatkan hutang sebesar Rp 30,29 triliun. Meskipun nilai hutangnya turun sebesar Rp 871 miliar dari posisi hutang per 31 Desember 2022 yang sebesar Rp 31,16 triliun, namun tetap saha Adhi Karya berada pada urutan 8 perusahaan BUMN berhutang menggunung.

Bayar Cash

Aneh...!!! Rakyat bayar pertalite dan gas cash, kok pertamina punya utang sebesar Rp 755,69 triliun, utangnya naik U$ 5,87 miliar dolar atau setara Rp 87,7 triliun dari posisi utang perusahaan per 2021 yang sebesar U$ 44,72 miliar dolar atau setara Rp 667,99 triliun...? Bukankah subsidi untuk rakyat dibayar oleh negara...?

PLN juga sama. Sekarang rakyat bayar dulu baru listriknya dipakai, karena menggunakan token. Listrik subsidi juga dibayar oleh negara. Lalu kenapa utang PLN terus membengkak...? Karena total utang PLN per 2022 saja sudah sebesar Rp 646,69 triliun, naik Rp 15,08 triliun dari posisi utang perusahaan pada 2021 yang sebesar Rp 631,61 triliun.

Lelang Berbasis Rantai Pasok dan Audit Dua Level

Melihat fakta yang mengemuka saat ini, mestinya menggungah nurani para pengambil kebijakan di negeri ini. Terutama bagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, diharapkan dapat mencatatkan sejarah baru sebelum berakhirnya masa pemerintahannya, yakni dengan menerapkan sistem pelelangan dan audit yang menutup segala ruang terjadinya manipulasi. Sebab bagaimanapun, sistem pelelangan dan audit yang berlaku saat ini membuka ruang bagi tikus-tikus berdasi membawa perusahaan-perusahaan BUMN menuju jurang kebangkrutan yang nyata.

Lihat saja bagaimana gaya hidup para direksi BUMN. Jangankan direksi, yang kroco-kroco saja bisa menikmati hidup mewah tanpa harus kerja keras.

Jika saja lelang berbasis rantai pasok, lebih-lebih jika audit dua level diterapkan, maka akan banyak direksi BUMN yang masuk bui. Tak sekedar menebus dosa dibalik terali, tapi hartanya pun bisa dirampas untuk membayar utang-utang BUMN yang menggunung.

Bukan hanya menyelamatkan perusahaan-perusahaan BUMN dari rantai utang yang berlapis, audit dua level juga menutup celah korupsi yang masif. Karena yang berwenang melakukan audit adalah lembaga negara seperti Inspektorat, BPK dan BPKP, tidak lagi oleh auditor independen yang ditentukan sendiri oleh BUMN.

Begitu pula yang di audit, bukan hanya sebatas pemilik pekerjaan, tapi sampai pada level penerima kuasa pekerjaan (pemenang lelang) hingga subkontraktor. Pemilik pekerjaan, pemenang lelang dan subkontraktor harus membuktikan data yang sinkron dengan fakta rill di lapangan, bukan sekedar suguhan laporan di atas kertas.

"Siapa yang mau bantah, selama ini yang terjadi, dengan lelang yang berlaku, "main" pekerjaan bisa dua sampai tiga tangan. Tangan pertama (pemenang lelang), tangan kedua (subkontraktor), dan tangan ketiga, subkontraktor mensubkan lagi pekerjaannya. Hal ini terjadi, bisa karena subkontraktor tak memilik barang yang sesuai spek, atau tak memiliki kemampuan mengerjakannya, atau bisa juga karena subkontraktornya hanya ingin dapat untung tanpa harus kerja. Ujung-ujungnya, pemenang lelang ngambil untung, subkontraktor pertama ambil untung, dan sub pelaksana lapangan juga ambil untung. Karena anggaran terlalu banyak tersedot bagi keuntungan, menyebabkan kualitas barang/pekerjaan turun mutu, tidak sesuai usia rencana. Hal ini pun didukung pula dengan audit yang bisa diatur, "bayar sebanyak-banyaknya agar temuan sedikit-dikitnya". Akhirnya bikin pengadaan lagi, proyek baru lagi. Inilah yang membuat hutang BUMN menumpuk," ujar Kornas Barak, Danil's, Senin (12/06/2023).

12 Jasa KAP Kuasai Jasa Audit BUMN

Tahun buku 2021, setidaknya 12 jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terafiliasi dengan jasa audit asing mengaudit perusahaan BUMN.

Hal itu tertuang dalam lampiran Surat Tabulasi Data KAP pada BUMN Nomor S-199/MBU/DKU/08/2021 per tanggal 31 Agustus 2021.

Penetapan daftar KAP itu dilandasi pada diktum kedua dan ketiga pada Keputusan Menteri BUMN No Kep 103/MBU/03/2021 tertanggal 26 Maret 2021 tentang KAP, KJPP dan kantor konsultan aktuaris pada BUMN.

Ke-12 jasa KAP yang dapat memberi jasa pada lingkungan perusahaan BUMN disebut-sebut berdasarkan pada rating jasa KAP tahun berjalan dan referensi dari otoritas terkait seperti OJK, BPK dan Pusat Pembinaan Profesi Kementerian BUMN.

12 KAP yang disinyalir terafiliasi dengan KAP asing itu terdiri atas Amir Abadi Yusuf, Aryanto, Mawar dan Rekan terafiliasi dengan RSM Internasional, Djoko Sidik & Indra terafiliasi dengan Alliance of Independent Firms, Gani Sigiro & Handayani terafiliasi dengan Grant Thomton, Heliantono & rekan terafiliasi dengan Parker Randall International, Hendrawinata Hanny Erwin & Sumargo terafiliasi dengan Kreston International, Imelda & rekan terafiliasi dengan Deloitte, Kanaka Puradiredja, Suhartono terafiliasi dengan Nexia International, Kosasih Nurdiyaman, Mulyadi, Tjahjo & rekan terafiliasi dengan Crowe Horwath, Paul Hadiwinata, Hadijat, Arsono, Retno, Palilingan & rekan terafiliasi dengan PKF Int, Purwanto, Sungkoro & Surja terafiliasi dengan Emst & Young, Tanudiredja, Wibisana, Rintis & rekan terafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers, dan Hertanto Grace Karunawan terafiliasi dengan TIAG.* (Barak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati