BUMN Konstruksi & Kopi Racik

Catatan Redaksi


BAGI penikmat kopi, ada Barista-Barista tertentu yang menjadi langganan khusus. Bukan tanpa alasan seseorang memilih Barista tertentu menjadi langganannya. Sebab sang Barista mampu menyajikan kopi yang sesuai selera sang pelanggannya.

Ibarat sang pelanggan dengan sang Barista, setidaknya itulah gambaran bagaimana afair yang terjalin antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi dengan subkontraktor yang selama ini terjadi. Dimana sang pelanggan bermukim, sang Barista pun dibawa serta.

Dalam catatan sebelumnya, redaksi mencatat, bahwa main kotor BUMN konstruksi hanya bisa ditangkal lewat pelelangan berbasis rantai pasok dan audit dua lapis. Hal ini tentu saja sangat diperlukan, mengingat masih terbuka lebarnya ruang terjadinya korupsi.

Selain subkontraktor fiktif, main kotor juga menggunakan modus nitip harga (mark-up). Subkontraktor inilah yang disinyalir menjadi andalan bagi oknum-oknum di BUMN konstruksi untuk mengumpulkan uang haramnya.

Indikasinya terlihat dari subkontraktor yang selalu melekat dengan BUMN konstruksi tertentu. Dimanapun BUMN konstruksi mendapatkan pekerjaan, maka subkontraktor "andalan" akan selalu dibawa. Padahal untuk proyek-proyek besar, BUMN memiliki kewajiban memberdayakan jasa konstruksi lokal, terkecuali untuk item pekerjaan yang memerlukan keahlian dan barang/material tertentu, yang memang tidak dimiliki oleh jasa konstruksi lokal.

Lalu apakah jasa konstruksi yang selalu digandeng oleh BUMN itu memang kinerjanya bagus...?

Rasanya tidak...! Kuat dugaan lantaran subkontraktor "tetap" itu mampu menyuguhkan "menu" yang sesuai dengan selera oknum-oknum yang selama ini menggerogoti BUMN konstruksi dari dalam.

Sampai disini, main kotor BUMN konstruksi tidak hanya sebatas menggerogoti keuangan negara, tapi juga membunuh jasa konstruksi- jasa konstruksi lokal (swasta) secara perlahan.

Sebab itulah kenapa sistem pelelangan berbasis rantai pasok dan audit dua lapis sangat diperlukan. Semata untuk menutup celah main kotor yang selama ini membuat sejumlah pejabat dan kepala daerah ditangkap dan dipenjarakan oleh aparat penegak hukum.

Namun demikian, untuk mewujudkan sistem ini, perlu ada komitmen dan langkah-langkah konkrit dari para pengambil kebijakan. Tanpa itu, maka selamanya para pejabat yang tidak pandai "berkelit" akan merasakan panasnya berada dibalik jeruji, dan para "pemain kotor" yang pandai beralibi akan bebas mengeruk kekayaan lewat cara-cara yang haram.

Pemberantasan korupsi tidak bisa hanya sebatas lewat pemenjaraan dan pemiskinan para pelakunya. Begitu pula pencegahan tidak bisa hanya sebatas lewat seminar dan peringatan-peringatan. Namun perlu ada langkah konkrit untuk menutup celah yang selama ini masih terbuka lebar.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati