Tiap Tahun Rp 1,2 T Potensi PAD Banten Hilang


BARAK, (Banten)- Sejak 2016 hingga sekarang, setidaknya Rp 1,2 triliun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten mengalir ke Jawa Barat (Barat). PAD potensial sebesar itu baru sebatas profit ability yang seharusnya bisa diperoleh dari market konsumer Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pensiunan saja, belum termasuk dari sektor lain yang mestinya juga bisa dikelola untuk memperoleh PAD yang lebih besar.

Hal itu terungkap dalam diskusi "Banten Podcast", yang dipandu oleh pembawa acara, Ikhsan Ahmad, dengan menghadirkan pembicaraan dari Direksi Bank Banten, tokoh masyarakat dan mantan Ketua DPRD Banten baru-baru ini.

Dirut Bank Banten, Agus Syabarrudin mengungkapkan, ASN di Banten ada sekitar 70 ribu, baik dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dan baru sekitar 3.000-an tercover oleh Bank Banten. Hal Itu terjadi lantaran Kas Umum Daerah (KUD) dari delapan Kabupaten/Kota di Banten masih dikelola oleh Bank Jabar Banten (BJB).

"Dengan asumsi ASN yang 70 ribuan itu, potensi profit yang hilang adalah Rp 1,2 triliun setiap tahunnya. Dan dengan rasio perhitungan per ASN Rp 150 juta, jika dikalikan dengar rate 10 persen, dalam setahun ada oppotunity lost bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten yang lari ke Jabar) sekitar Rp 1,2 triliun," ungkap Agus.

Dari profit sekitar sebesar Rp 1,2 triliun tersebut, kata Agus, dan dengan nilai kepemilikan saham Pemda Banten yang hanya 13 persen, maka pembangian deviden bagi Provinsi Banten hanya sekitar Rp 100 miliar per tahun. Padahal profit potensialnya jika dikelola sendiri adalah sebesar Rp 1,2 triliun per tahun.

"Itu baru dari KUD-nya saja. Bayangkan kalau potensi dari sektor Industri, perdagangan, pertanian dan lainnya bisa di rangkul, maka potensinya sangat besar sekali.

Sementara terkait kesehatan Bank Banten sendiri, Agus menjelaskan, dirinya masuk ke Banten saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada bulan Maret, ketika kondisi Bank Banten sedang dalam pengawasan khusus, dan tidak bisa menjalankan operisonal perbankkan layaknya bank-bank yang sehat pada umumnya.

"Saat itu persoalan utamanya adalah likuiditas. Karenanya, pada tahun pertama, program utama kami adalah persoalan likuiditas, salah satunya adalah, RKUD yang masuk ke Bank Banten tidak digunakan untuk ekspansi. Sementara untuk ekspansi, kami harus menggunakan dana sendiri yang dihasilkan oleh Tim Marketing kami. Kami bisa pastikan, saat ini Bank Banten sudah sehat, dan sudah bisa beroperasi sama seperti bank-bank umum lainnya," jelasnya.


Sementara terkait persoalan Trust (kepercayaan-Red), Agus menjelaskan, pihaknya terus berupaya membangun kembali kepercayaan masyarakat lewat tata kelola perbankan yang baik. 

"Alhamdulillah sekarang kita sudah mendapatkan kepercayaan berupa ISO anti-penyuapan. Artinya kita sudah siap menjadi lembaga keuangan yang bisa dipercaya oleh masyarakat," ucapnya.

Tokoh masyarakat yang juga salah satu pendiri Provinsi Banten, KH. Matin Syarkowi, saat ditanya mengenai penilaian masyarakat terhadap kesehatan Bank Banten, ia menjawab sedikit diplomatis.

"Yang tau ada Bank Banten itu siapa saja? Ini artinya sosialisasinya masih lemah. Gaungnya memang sudah ada sejak 2016, dan sebenarnya masyarakat mendukung," ujarnya.

Yang masyarakat inginkan, katanya, adalah seluruh potensi yang ada di banten dikelola oleh Banten, dan digunakan untuk membangun Banten. Itu sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kita sudah mandiri dan terlepas dari  Jabar.

Dalam beberapa waktu yang lalu, ia menjelaskan, yang mengemuka di media masa hanya persoalan yang tengah membelit Bank Banten, dan terkait kesehatan yang sudah diraih oleh direksi Bank Banten sendiri, nampaknya masih kurang di sosialisasikan.

"Kalau sosialisasi ini bisa dilakukan dengan baik, maka bukan cuma potensi ASN dan KUD yang bisa dikelola. Bayangkan kalau orang Banten yang ribuan itu daftar hajinya di Bank Banten, dan pesantren-pesantren juga menggunakan Bank Banten untuk transaksi keuanganya. Ini potensinya besar sekali. Tinggal sosialisasinya saja yang perlu ditingkatkan, tentunya jaminan kepercayaan bagi masyarakat juga harus ditingkatkan," harapnya.

Sementara soal sehat atau tidaknya Bank Banten, katanya lagi, yang tau hanya direksi dan para pengambil kebijakan.

"Tapi orang yang mau menyimpan uang itu harus ada jaminan keamanan, termasuk kemudahan dalam bertransaksi," tegasnya.


Dipihak lain, salah seorang pendiri dari Bank Banten yang juga mantan Ketua DPRD Provinsi Banten periode lalu, Asep Rahmatullah mengungkapkan, dirinya mengapresiasi semua hal yang dipaparkan oleh Dirut Bank Banten dalam diskusi tersebut.

"Karena tahun pertama memang diprogramkan untuk sehat dulu, maka kami apresiasi atas kinerja direksinya yang sudah mampu keluar dari situasi pengawasan khusus. Hanya saja tuntutan dari Pemda yang berupa Deviden, itu belum," ujarnya.

Untuk kedepan, katanya lagi, harus ada kesepahaman dan dukungan dari seluruh Bupati/Walikota se-Banten.

"Solusinya kami kira, Pemprov harus memberikan ruang kepada Kabupatrn/Kota agar bisa memiliki saham di Bank Banten. Kalau sudah memiliki saham, sudah pasti akan disuport," jelasnya.

Begitu pula dengan Bank Jabar yang harus berjiwa besar, karena Bank Banten bukan semata persoalan bisnis, tapi ini marwahnya Provinsi Banten.

"Saya yakin Bank Banten mampu mengelola KUD delapan Kabupatrn/Kota itu dengan. Tinggal trust saja yang harus terus di bangun lewat promosi-promosi dan lainnya. Kami juga sangat berharap, Bank Jabar tidak tersinggung ketika Pemda menyimpan setengah dari Kas Daerahnya di Bank Banten dan setengahnya lagi di Bank Jabar. Kedepan tinggal bagaimana persaingan yang sehat saja," ungkapnya.

Kemudian soal penyelesaian kredit-kredit macet, Dirut Bank Banten menjelaskan, penyelesaian kredit macet menjadi salah satu prioritas utamanya.

"Dalam hal ini kami bekerjasama dengan Kejaksaan Tinggi Banten. Alhamdulillah kemarin kami sudah berhasil menagih kepada salah satu debitur yang macet, dan Rp 50 miliar sudah beres," katanya.

Ada pula aset yang sudah diambil-alih oleh Bank Banten, yang saat ini sedang diminati oleh Pemkot Tangerang karena lokasinya yang strategis, bahkan informasinya Pemkot Tangerang sudah menyiapkan anggarannya.

"Dengan dukungan dari semua pihak, kita menargetkan Non Performing Load (NPL) di tahun ini 0 persen. Kita targetkan semua kredit macet diselesaikan tahun ini juga. Saat NPL kita masih sekitar Rp 400-an miliar. Mudah-mudahan progres hukum ini berjalan baik. Kami sudah kerjasama dengan Kejati Banten," katanya.

Terkait sosialisasi, Agus mengakui, jika pihaknya memang masih kurang sosialisasi kepada masyarakat. "Kami akan segera melakukan perbaikan, termasuk sosialisasi kepada pesantren-pesantren bekerjasama dengan Baznas Banten," tandasnya.* (Barak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati