Menakar Dampak Terputusnya Irigasi Rababaka

Catatan Redaksi


ANGGARAN APBN yang dikucurkan untuk paket Pembangunan Jaringan Irigasi Rababaka Kompleks (Area Irigasi Tanju Kanan) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) memang hanyalah sebesar Rp 6,1 miliar, ditambah anggaran Supervisi sekitar Rp 1,2 miliar. Namun dampak negatif yang ditimbulkan diperkirakan berkali lipat dari biaya konstruksi dan jasa konsultasi.

Pasalnya, dengan terputusnya aliran air irigasi selama proses pekerjaan berlangsung, terlebih dengan tak kunjung selesainya pekerjaan konstruksi, berdampak pada kerugian yang sangat besar dan meluas bagi Rakyat Tani di Kabupaten Dompu, khususnya di Kecamatan Woja.

Ya...,matinya aliran air, membuat Rakyat Tani lokal tak lagi dapat mengolah lahan persawahan seperti biasanya. Padi yang sudah ditanam terancam gagal panen, dan yang disemaipun tak bisa ditanam.

Jika sebelum proses pekerjaan konstruksi irigasi Rababaka dilaksanakan, Rakyat Tani lokal bisa mengolah lahan persawahannya sebanyak tiga kali tanam/panen (dua kali padi sekali kedelai- Red), maka setelah terputusnya aliran air dari irigasi Rababaka, ribuan hektar lahan persawahan itu tak bisa lagi di olah.

Alhasil, kerugian yang diderita Rakyat Tani pun diperkirakan mencapai puluhan miliar. Belum lagi ancaman kelangkaan pangan yang akan timbul dikemudian hari, lantaran tak bisa bertani selama beberapa musim.

Adapun lahan persawahan yang terimbas kekeringan akibat kegiatan pembangunan jaringan irigasi Rababaka oleh SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Nusa Tenggara I pada Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB dibawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (DJSDA) Kementerian PUPR tersebut, terdiri atas lahan persawahan di So La Mere, So Nggaro, So Sambi Mboko, So Monta Baru, So Wawonduru, So Tolo Manggo, So Bolo Jaya, So Buncu, dan So Madarutu. Ribuan hektar sawah tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Woja.

Nekad Nawar Banting Harga


Dari penelusuran infobarak, semula DJSDA Kementerian PUPR menyiapkan anggaran bagi paket pekerjaan Pembangunan Jaringan Irigasi Rababaka Kompleks (Area Irigasi Tanju Kanan) (Lanjutan) sebesar Rp 9,6 miliar. Namun PT SEC memenangkan tender paket tersebut dengan nilai sebesar Rp 6,1 miliar, atau sekitar 63 persen dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Akibat banting harga itulah yang disinyalir menjadi kendala, sehingga pekerjaan berlarut dan tak kunjung selesai hingga sekarang.

Jika memang anggaran terkontrak yang menjadi persoalan, mestinya sejak lelang, baik BP2JK maupun PPK/Satker dan BWS NTB melakukan kajian singkat untuk menentukan kepatutan nilai penawaran, sehingga pekerjaan konstruksi dapat selesai tepat waktu dan menjamin keutuhan mutu, agar sesuai usia rencana.

Atas persoalan yang dikeluhkan sangat merugikan Rakyat Tani lokal tersebut, sebaiknya PPK, Satker, BWS bahkan DJSDA segera memberikan klarifikasi yang menyeluruh. Hal itu perlu dilakukan, untuk meredam keresahan Rakyat Tani lokal yang sedang dilanda kekeringan parah.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati