Kinerja Tiga BPJN Perlu di Evaluasi
BARAK, (Jakarta)- Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) diharapkan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) yang dinilai minim prestasi.
Tiga BBPJN dan BPJN yang diharapkan segera segera dievaluasi itu terdiri atas BBPJN XI Banjarmasin di Kalimantan Selatan (Kalsel), BPJN Bengkulu dan BPJN Jambi.
Pasalnya, kinerja tiga Balai tersebut terus merosot dan bahkan dinilai "serampangan" dalam dua tahun terakhir (2020-2021).
"Sejak pertengahan TA 2020 kami sudah mengkritisi soal lambannya perbaikan pada sejumlah ruas jalan nasional di Provinsi Kalsel, mulai dari ruas Gubernur Syarkawi, Marabahan, maupun Tapin. Tapi kritik itu seakan dianggap angin lalu, hingga akhirnya pada awal tahun 2021 banjir memperparah kerusakan yang ada," ujar Kornas Barak, Danil's, Senin (04/10/2021).
Akibat mengabaikan masukan dan kritik publik, katanya, kini negara harus menguras anggaran ratusan miliar rupiah untuk membangun kembali jalan yang hancur akibat dahulu "dibiarkan" tanpa pemeliharaan yang memadai.
"Bukan hanya keuangan negara yang harus dirogok dalam-dalam, kerugian yang diderita rakyat secara luas akibat terganggunya roda perekonomian justeru jauh lebih besar," jelasnya.
Danil's juga menekankan, pihaknya tidak berbicara soal kasus dugaan kesalahan teknis pada pemasangan siring yang sempat viral, namun lebih pada lemah dan lambannya kinerja BBPJN XI Banjarmasin dan jajaran dalam memberikan pelayanan infrastruktur yang memadai bagi masyarakat pengguna jalan.
Tak hanya BBPJN XI Banjarmasin, Barak juga memiliki catatan tersendiri terkait BPJN Bengkulu.
Pada medio Januari 2021, Kepala Desa Talang Empat, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupateng Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, Taeran, mengkiritisi kondisi jalan yang longsor sejak tahun 2019 didaerahnya dan tak kunjung diperbaiki.
Lantaran tak juga diperbaiki, membuat banyak pengendara sepeda motor mengalami kecelakaan akibat menghindari kendaraan yang datang dari arah berlawanan.
"Saat menghindari kendaraan dari arah berlawanan, banyak sepeda motor terpaksa keluar jalur aspal dan mengalami kecelakaan, karena bagian tepi jalan juga megalami kerusakan," ujar Taeran.
Ia mengungkapkan, kerusakan pada ruas jalan nasional itu sudah terjadi sejak tahun 2019.
Di Desa Talang Empat sendiri, katanya, setidaknya ada dua titik yang mengalami kerusakan parah, seperti longsor dan keretakan pada permukaan yang membahayakan keselamatan masyarakat pengendara.
"Kami mengapresiasi langkah Sat Lantas Polres Benteng yang telah memasang rambu dan police line pada lokasi jalan yang rusak. Itu sangat berguna bagi para pengendara yang belum mengetahui kondisi kerusakan, terlebih kerusakan terjadi pada bagian jalan yang menikung," ungkap Taeran layaknya dilansid bengkuluekspres, Kamis (28/01/2021).
Nampaknya kritik seperti itu tak juga menjadi pelajaran bagi BPJN Bengkulu dan jajaran untuk memperbaiki cara kerjanya.
Pasalnya, di akhir September 2021 ini, kinerja BPJN Bengkulu kembali menjadi sorotan lantaran tidak juga memperbaiki kondisi jembatan darurat yang sudah lapuk termakan usia.
"Kami tidak bicara tentang mangkraknya penggantian jembatan Menggiring Cs yang sempat terindikasi mark-up dalam penyelidikan oleh aparat Kepolisian, tapi ini persoalan lambannya kinerja BPJN Bengkulu dan jajaran dalam memberikan pelayanan infrastruktur kepada rakyat secara luas," tegas Danil's.
Begitu pula dengan BPJN Jambi, Barak memberikan catatan khusus terkait pembangunan Oprit Jembatan Parit Gompong.
"Jika saja pekerjaan direncanakan dengan matang, dan disosialisasikan dengan baik untuk menyerap aspirasi masyarakat, maka tidak akan terjadi "kekonyolan" seperti yang dipertontonkan dalam beberapa hari belakangan ini," sesalnya.
Sosialisasi, jelas Danil's, mestinya dilaksanakan pada saat perencanaan, bukan setelah design siap dan tinggal dikerjakan.
"Yang terjadi pada pembangunan Oprit Jembatan Parit Gompong seakan mempermalukan para pakar konstruksi yang ada Kementerian PUPR. Kok bisa oprit di design setinggi 50 meter dengan bentang 100 meter...? Kami juga ragu, apakah sudah ada ekspose dihadapan Direktur Jembatan sebelum dibangun...?," ujarnya.
Terkait hal ini, Danil's kembali menegaskan, bukan masalah perencanaan ataupun design yang menjadi persoalan, tapi tertutupnya akses warga sekitar ke jalan umum dan sejumlah persoalan lain sebagai rentetannya, itulah yang disesalkan.
"Belum lagi biaya design ulang, biaya konstruksi oprit ulang, tidak tercapainya progres fisik sesuai perencanaan, dan segala rentetan kerugian lainnya. Inilah kenapa kami selalu menekankan pentingnya seleksi pejabat penyelenggara lapangan yang memiliki wawasan dan mampu melakukan terobosan inovatif, bahkan pada saat tersulit sekalipun," tegasnya.
Karena itulah ia berharap Baperjakat Kementerian PUPR berfungsi semestinya, melakukan seleksi yang benar, agar terbuka peluang bagi ahli-ahli konstruksi yang tidak hanya pandai membuat laporan dibelakang meja.* (Barak)
Komentar
Posting Komentar