PT Promix PK Belum Terima Uang Muka...?

PPK Olor Gedang Cs, Uang Muka Sudah 15 Persen


BARAK, (NTB)- Munculnya isu soal adanya pencairan uang muka dalam Paket Duplikasi Jembatan Olor Gedang Cs, memantik rasa penasaran infobarak untuk melakukan penelusuran lebih dalam.

Terlebih dengan adanya isu pencairan uang muka yang disinyalir tidak sesuai dengan progres fisik yang disebut-sebut baru 2 persen.

Kepada infobarak via selular, Rabu (14/07/2021), Kuasa Direksi PT Promix Prima Karya (PT. PPK), Khaeruddin, membantah isu yang beredar dalam beberapa hari belakangan ini.

"Seperakpun kami belum dibayar dalam Paket Duplikasi Jembatan Olor Gedang Cs. Justeru uang kami mandeg di material yang teronggok dilapangan. Kami juga harus mengeluarkan uang sendiri untuk membayar karyawan, mobilisasi dan lain-lain," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, bahwa yang terjadi adalah bukan pencairan uang muka, melainkan pengembalian jaminan uang muka.

"Jadi bukan pencairan uang muka, melainkan pengembalian jaminan uang muka," tegasnya.

Lalu setelah PPK mengembalikan jaminan uang muka, lanjut Khaeru, pihaknya tidak lagi memiliki dasar untuk mengerjakan proyek, karena tidak ada jaminan dari user selaku pemilik proyek.

"Mengacu pada kontrak induk per April 2020, pekerjaan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena ketika itu kita terhalang oleh kondisi lockdown akibat pandemi Covid-19 skala nasional. Meski demikian, ketika itu kami tetap melaksanakan pekerjaan yang tidak melibatkan mobilisasi masa skala besar, seperti pengukuran, uji lab material dan lainnya," terangnya.

Seperti diketahui, paket pekerjaan Duplikasi Jembatan Olor Gedang Cs senilai Rp 16,67 miliar di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), diputus kontrak oleh pihak Balai Pelaksana Jalan Nasional  (BPJN) NTB. Kontraktor pelaksana pun terpaksa di blacklist lantaran dinilai wan-prestasi.


Uang Muka Sudah 15 Persen

Menanggapi pernyataan kuasa direksi dari PT Promix PK, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Olor Gedang Cs, A.A.Gde Esa Aristadathu Sanjaya, ST, MT menjelaskan, bahwa pihaknya sudah membayar uang muka sebesar 15 persen dari nilai kontrak, atau sekitar Rp 2,5 miliar.

Agung bahkan menjelaskan kronologis paket Duplikasi Jembatan Olor Gedang Cs sejak awal hingga akhirnya diputus kontrak.

"Semula paket itu terkontrak pada 20 April 2020 dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) diterbitkan pada 23 April 2020. Kami menandatangani kontrak dengan Direktur PT Promix PK, yakni Ir.Ahadiyat," ujarnya kepada infobarak, Rabu (14/07/2021).

Namun, lanjutnya, karena terdapat kebijakan relaksasi anggaran skala nasional, maka pencairan uang muka sempat terkendala.

"Kemudian setelah mendapat surat persetujuan dari Menteri PUPR, akhirnya kami melaksanakan adendum kontrak pada awal Agustus 2020, sehingga kontrak yang semula single years contract (210 hari) menjadi multy years contract (480 hari). Dan ketika itulah dilakukan penyesuaian jadwal pelaksanaan yang sebagian besar pelaksanaan pekerjaan bergeser dimulai pada bulan Agustus 2020," jelasnya.

Setelah adendum itulah, kata Agung, proses pembayaran uang muka kepada kontraktor pelaksana sebesar 15 persen sesuai aturan kontrak MYC dilakukan.

"Untuk pembayaran fisik lapangan, sudah kami potong dari klaim jaminan uang muka kepada asuransi," jelasnya.

Sementara terkait pengembalian jaminan uang muka, lanjutnya, dilakukan karena adanya perubahan kontrak, sehingga nilai jaminan uang muka juga secara otomatis harus disesuaikan, yakni dari nilai jaminan awal sebesar 20 persen, menjadi 15 persen.

"Atas dasar itulah kami mengembalikan jaminan uang muka, agar disesuaikan, baik terkait besaran nilainya, maupun masa berlakunya sesuai waktu pelaksanaan kontrak," jelasnya.

Begitu pula terkait keputusan pemutusan kontrak terhadap PT Promix PK, Agung menjelaskan, jika pihaknya sudah melakukan berdasar pada prosedur yang berlaku.

Dari jadwal pelaksanaan yang sudah di ubah menjadi MYC selama 480 hari, pihaknya melakukan evaluasi capaian progres fisik dilapangan, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa PT Promix PK tidak mampu memenuhi progres fisik sesuai kontrak, bahkan terdapat deviasi hingga lebih dari 10 persen.

"Atas dasar itu, lalu kami tindaklanjuti dengan Show Cause Meeting (SCM) satu, dengan harapan kontraktor dapat mengejar deviasi fisik yang lebih dari 10 persen. Namun sayangnya, hingga SCM dua dan tiga, kontraktor tidak dapat mengejar progres fisik, sehingga kami mengambil sikap pemutusan kontrak," tandasnya.* (Barak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati