Antara BHW & Design Tol Biaya Tinggi
Oleh: Barak
DIKALANGAN insan PUPR, Bambang Hariadi Wikanta (BHW) bukanlah sosok asing. Ia sudah cukup dikenal, terutama dikalangan elite Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Begitu pula dengan PT Perentjana Djaya (PD) yang merupakan perusahaan terkemuka dibidang jasa konsultan konstruksi yang wilayah operasionalnya bukan hanya didalam negeri, tapi bahkan sudah mampu bersaing di manca-negara.
Sebab itulah antara BHW dengan PT. PD adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, mengingat BHW telah menjadi nakhoda bagi PT. PD selama puluhan tahun.
Belakangan, usai ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Lampung dalam kasus dugaan korupsi proyek preservasi rekonstruksi jalan Ir Sutami-Sribawono di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Lampung, sosok BHW dengan PT. PD-nya menjadi "daya tarik" tersendiri untuk ditelisik.
Dan dari penelisikan itulah didapati sejumlah informasi soal sosok BHW dengan PT. PD-nya dilingkungan Kementerian PUPR. Bahkan beberapa sumber infobarak menyebutkan, jika peran BHW sebagai Direktur Pengawasan dalam paket preservasi rekonstruksi jalan Ir Sutami-Sribawono yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 65 miliar, hanyalah bagian kecil dari "skandal" proyek-proyek infrastruktur di tanah air.
Salah satu yang menjadi fokus penelusuran Barak adalah peran BHW dengan PT. PD-nya dalam design Jalan Tol biaya tinggi, baik dari sisi pembebasan lahan maupun biaya konstruksi. Dan semua itu "dibebankan" kepada rakyat selaku penerima manfaat akhir.
Ironisnya, design itu diterima oleh Kementerian PUPR melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) setelah melewati pemeriksaan oleh konsultan yang "ditunjuk" BPJT (Kementerian PUPR- red).
Biaya Tinggi Jadi Beban Rakyat
Sumber infobarak menjelaskan secara detail, kenapa design bisa menyebabkan harga konstruksi Jalan Tol menjadi mahal...!
Ya...karena design adalah embrio dari sebuah proyek yang akan dibangun. Design-lah yang menjadi patokan untuk pembebasan lahan, penetapan harga, hingga menjadi sebuah konstruksi Jalan Tol.
Dari kemahalan harga pembebasan lahan, mungkin tidak masalah ketika itu dinikmati oleh masyarakat pemilik lahan. Karena rakyat memang wajib menerima harga yang sesuai dengan ganti untung dari keikhlasannya melepas lahan untuk Jalan Tol.
Namun akan beda lagi ketika pembebasan lahan melebihi luasan yang dibutuhkan. Sebab hal itu bisa masuk dalam kategori pemborosan anggaran bagi pembebasan lahan.
Selain pemborosan dari sisi luasan lahan, design biaya tinggi juga hampir pasti membuat biaya bagi pembangunan infrastruktur jadi membengkak (lebih mahal dari semestinya).
Dan semua biaya mahal itu, pada akhirnya dibebankan kepada rakyat selaku penerima manfaat akhir. Karena semua biaya yang dikeluarkan, menjadi catatan modal perusahaan penyedia/pengelola Jalan Tol, yang kelak ditarget harus kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kontrak dengan pemerintah.
Mirisnya lagi, bahkan biaya atas kesalahan konstruksi pun diduga dicatatkan sebagai permodalan, yang tentunya dibebankan kepada rakyat pengguna Jalan Tol.
Bungkam
Lalu apakah ada usaha dari Kementerian PUPR dengan BPJT-nya untuk meminimalisir besarnya potensi kerugian yang terpaksa ditanggung rakyat dimaksud...?
Jangankan usaha untuk menyelesaikan "skandal" sebesar itu, sekedar menjawab pertanyaan sederhana saja BPJT "buang badan" ke PPID...!
Sebab itulah publik berharap adanya keberanian aparat penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung, untuk membongkar skandal konstruksi Jalan Tol biaya tinggi tersebut. Karena tidak adanya niat baik dari Kementerian PUPR dengan BPJT-nya untuk sekedar meminimalisir. Sebaliknya sekedar ditanya soal siapa BHW dengan PT. PD-nya saja "buang badan". Sementara semua tahu, jika BHW adalah sosok yang sangat dikenal dikalangan ke-PU-an, bahkan disebut-sebut sebagai salah satu "Pengajar" di lingkungan Kementerian PUPR.* (Barak)
Komentar
Posting Komentar