Swasembada Berbasis Impor
MEMPERIHATINKAN...itulah kalimat yang tepat disemayamkan pada tata kelola pertanian dan pangan yang dipertontonkan saat ini.
Bagaimana tidak...? Sejak dulu hingga kini, ketahanan pangan nasional masih bersandar pada bahan pangan impor (Swasembada Berbasis Impor).
Belakangan, isu impor beras 1 juta ton menggema di seantero negeri. Adalah Buwas, Dirut Bulog yang mengungkap, bahwa pemerintah melalui Menko Perekonomian dan Mendag menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton untuk kepentingan komersial Perum Bulog.
Miris...! Perintah impor justeru terbit saat Rakyat Tani Nasional tengah memasuki masa panen raya pada Maret-Mei. Dan Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan, bahwa beras produksi Rakyat Tani Nasional tahun ini meningkat (surplus).
Mungkinkah ada niatan ingin menjerumuskan Perum Bulog dalam jurang kerugian yang lebih besar...?
Yang pasti, hingga kini Perum Bulog masih belum menyelesaikan persoalan sisa beras yang di impor pada tahun 2018, karena kualitasnya yang terus menurun seiring waktu.
Kok bisa kualitas sisa beras impor itu menurun...? Sudah di impor dalam kondisi beras pera yang tidak biasa dikomsumsi oleh masyarakat penerima manfaat, kemudian "digilas" lagi oleh kebijakan Kemensos yang meniadakan bantuan Beras bagi Rakyat Prasejahtera (Rastra) sejak awal 2019, maka turunlah mutu itu beras.
Persoalan lama belum terselesaikan, lalu sekarang suruh tambah lagi masalah dengan impor beras baru 1 juta ton...?
Mestinya elemen penyelenggara negara menjalankan roda pemerintahan menggunakan akal sehat, karena impor beras tidak hanya berimbas pada Perum Bulog yang ditugaskan sebagai badan usaha dibidang logistik khusus pangan, namun lebih dari itu, Rakyat Tani Nasional akan menjadi pihak yang paling dirugikan.
Sudah terhimpit persoalan ekonomi ditengah badai krisis akibat pandemi Covid-19 yang masih melanda, kini disaat memiliki secercah harapan untuk menikmati hasil jerih-payahnya, Rakyat Tani Nasional justeru diancam dengan gilasan beras impor yang di "inisiasi" oleh Kemenko Perekonomian dan Kemendag. Kemana perginya nurani...???
Rindu Penentang Impor
Meskipun kerap tak kuasa melawan kuatnya pengaruh para pemain impor bahan pangan, terutama beras, namun dahulu kegelisahan Rakyat Tani Nasional selalu terhibur dengan lantangnya suara penolakan dari para Politisi Senayan. Kemana perginya suara yang lantang dan menggema diseantero negeri itu...?
Ayolah...,mumpung masih berkuasa, lindungilah kepentingan Rakyat Tani Nasional.
Dengan segala kuasa yang masih melekat, hadanglah langkah yang dapat menjajah Rakyat Tani Nasional.
Jangan biarkan Rakyat Tani Nasional terus mengalami kesulitan yang sama sepanjang jaman, saat tanam bibit mahal dan pupuk langka, saat panen pun harga anjlok akibat serangan beras impor.
Jangan biarkan nasib Rakyat Tani hanya sebatas dibahas dari seminar ke seminar. Rakyat Tani butuh advokasi yang nyata, bukan sekadar angan-angan.
Yang patut menjadi renungan, Rakyat Tani adalah pekerja keras yang tak pernah melihat lampu padam. Mereka berangkat ke sawah/ladang bahkan berebut waktu dengan ayam berkokok. Pulangpun saat matahari tenggelam kedalam sarangnya. Namun tetap saja Rakyat Tani menjadi mayoritas masyarakat prasejahtera. Adakah yang salah...???
Rakyat Tani adalah pahlawan yang wajib dilindungi dari segala bentuk penindasan. Karena Rakyat Tani negara berdaulat. Tidaklah berdaulat suatu bangsa yang pangannya terjajah.
Adakah yang masih ingat dialog Bungkarno dengan Rakyat Tani yang menjadi cikal-bakal perjuangan memerdekakan negeri ini...?*
Komentar
Posting Komentar