Timpang, 1% Kontraktor Besar Nikmati 80% Proyek di Seluruh Indonesia


BARAK- Hingga kini, ketimpangan terus terjadi dinegeri ini. Bukan hanya lahan yang dikuasai segelintir orang, namun perputaran roda ekonomi lewat proyek-proyek pemerintah dan swasta skala besar juga hanya dikuasai segelintir kontraktor besar.

Setidaknya itulah kenyataan pahit yang terpaksa dihadapi para pelaku jasa konstruksi, hingga tak dapat berkembang.

Hal itu juga yang digambarkan Ketua BPD Gapensi Jatim, H Agus Gendoyono atas kondisi yang terjadi hari ini. Dimana 85% proyek diseluruh penjuru negeri hanya dinikmati oleh sekitar 1% kontraktor skala besar.

Parahnya lagi, jurang antara kontraktor Jawa dan non Jawa semakin terbuka lebar. Bahkan banyak proyek-proyek besar diluar Pulau Jawa dimenangkan kontraktor asal Jawa.

"Dan kontraktor-kontraktor besar yang mendominasi masih itu-itu saja, sehingga tidak ada ruang bagi pelaku jasa konstruksi kecil dan menengah mentransfer teknologi, manajerial dan Sumber Daya Manusia (SDM)," ujar Agus, Senin (21/9/20).

Agus menjelaskan, 1% persen perusahaan jasa konstruksi besar, atau setara 1.632 perusahaan, menggarap proyek dengan nilai sebesar Rp 357 triliun.

Sementara 14% perusahaan jasa konstruksi menengah atau setara 19.000 perusahaan, dan 85% perusahaan jasa konstruksi kecil atau setara 116.000 perusahaan, hanya menggarap anggaran sekitar Rp 63,1 triliun.

Untuk mengatasi persoalan ini, lanjutnya, LPJK diharapkan dapat memainkan peran lebih efektif.

"Begitu pula LPSE harus terintegrasi dengan tender berbasis kinerja, termasuk terintegrasi dengan rantai pasok berstandar SNI, dan peralatan kerja yang efisien dengan standar keamanan tinggi," jelasnya.

Tahapan itu, katanya, harus dimulai dengan memanfaatkan semua data elektronik setiap individu maupun badan usaha. Dengan demikian, tidak ada data yang mubazir dan harus disiapkan berulang kali tiap kali ada tender, bahkan dengan pokja yang sama.

"Data elektronik yang tersedia saat ini, seperti E-KTP, NPWP, NIB dan lain-lain, sudah online dan mudah ditelusur, tanpa harus menyajikan data berulang-ulang yang kerap menjadi hambatan pemenuhan data bagi perusahaan jasa konstruksi kecil," jelas Agus.

Dipihak lain, Koordinator Divisi Investigasi Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), Dedi menilai, ketimpangan yang terjadi saat ini, tidak terlepas dari kebijakan yang salah kaprah.

"Bagaimana yang kecil bisa besar, kalau ditempatkan pada posisi sekedar menyuapi yang sudah obesitas. Kontraktor lokal itu lebih banyak jadi subkon," jelasnya.

Kalau maen (tender) itu jujur, banyak kontraktor kecil yang mampu bersaing dengan kontraktor besar.

"Kontraktor kecil itu kalah, lebih karena faktor campur tangan dan pengaruh. Karena tak jarang panitia lelang/tender tidak kuasa melawan "tekanan" jaringan pelaku usaha jasa komstruksi skala besar," tandanya.* (Barak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tunjangan Kinerja PNS Kementerian PUPR Diusulkan Naik 100 Persen

Dukung Pengembangan Kawasan, BBPJN Sumut Bangun Jl Lingkar Ir Soekarno Siborongborong

Penanganan Bahu Jalan Rawan Ambles di BBPJN DKI-Jabar Setengah Hati